City Bermain Gegenpressing Seperti Era Jurgen Klopp
City Bermain Gegenpressing Seperti Era Jurgen Klopp. Manchester City membuka musim Premier League 2025/2026 dengan performa yang memukau, menggemparkan publik dengan kemenangan telak 4-0 atas Wolverhampton di Molineux. Yang membuat kemenangan ini begitu menarik bukan hanya skor besar, melainkan gaya bermain baru yang ditunjukkan pasukan Pep Guardiola. The Citizens kini tampil dengan pendekatan agresif yang mengingatkan pada taktik gegenpressing ala Jurgen Klopp di era keemasan Liverpool. Dua gol dari Erling Haaland, ditambah kontribusi apik dari pemain baru seperti Tijjani Reijnders dan Rayan Cherki, menunjukkan bahwa City sedang berevolusi. Pergeseran taktik ini menjadi sorotan karena menandai perubahan signifikan dari gaya tiki-taka yang selama ini identik dengan Guardiola. BERITA LAINNYA
Kedatangan asisten pelatih baru, Pep Lijnders, yang pernah menjadi otak taktik di balik kesuksesan Liverpool, diyakini menjadi kunci di balik transformasi ini. City, yang telah mendominasi Premier League dengan penguasaan bola, kini menambahkan elemen pressing intens untuk merebut bola lebih cepat di area lawan. Langkah ini seolah menjawab kritik bahwa City terlalu bergantung pada penguasaan bola dan kurang fleksibel saat menghadapi tim dengan pertahanan rapat. Dengan musim yang baru dimulai, perubahan ini menimbulkan pertanyaan: akankah City mampu menguasai taktik gegenpressing sebagaimana Liverpool di masa Klopp?
Apa Itu Gegenpressing
Gegenpressing, atau dalam bahasa Jerman berarti “counter-pressing,” adalah taktik di mana tim langsung menekan lawan segera setelah kehilangan bola untuk merebutnya kembali, terutama di area lawan. Berbeda dengan high pressing yang fokus pada mengganggu build-up lawan, gegenpressing lebih reaktif, memanfaatkan momen transisi saat lawan baru saja merebut bola dan belum terorganisir. Taktik ini menuntut stamina tinggi, koordinasi tim yang apik, dan kemampuan membaca permainan secara instan. Jurgen Klopp mempopulerkan gaya ini di Borussia Dortmund dan Liverpool, dengan istilah “heavy metal football” yang mencerminkan intensitas dan agresivitasnya. Keunggulan gegenpressing terletak pada kemampuannya menciptakan peluang emas hanya dengan satu umpan setelah merebut bola, menjadikannya senjata mematikan untuk serangan balik cepat.
Alasan City Menggunakan Taktik Gegenpressing
Keputusan Manchester City untuk mengadopsi gegenpressing tidak lepas dari kehadiran Pep Lijnders sebagai asisten pelatih. Lijnders, yang membantu Klopp memenangkan Liga Champions 2019 dan Premier League 2020, membawa pengalaman langsung dalam menerapkan taktik ini. Guardiola, yang selama ini dikenal dengan penguasaan bola ala tiki-taka, tampaknya ingin menambah dimensi baru dalam permainan City untuk menghadapi tantangan musim ini. Dengan kepergian Rodri ke Real Madrid, City kehilangan metronom di lini tengah, sehingga membutuhkan pendekatan yang lebih dinamis untuk mengimbangi transisi cepat lawan. Gegenpressing memungkinkan City untuk merebut bola lebih dekat ke gawang lawan, memaksimalkan ketajaman Haaland dan kreativitas pemain seperti Reijnders dan Cherki. Selain itu, taktik ini juga menjadi jawaban atas kritik bahwa City kerap kesulitan membongkar tim yang bertahan dalam, seperti yang terlihat pada kekalahan mereka dari Arsenal musim lalu.
Apakah City Sangat Cocok Dengan Taktik Gegenpressing
Meski tampil mengesankan di laga pembuka, kecocokan City dengan taktik gegenpressing masih menjadi tanda tanya. Skuad City memang memiliki pemain dengan stamina dan kecerdasan taktis untuk menjalankan pressing intens, seperti Josko Gvardiol, Ruben Dias, dan Reijnders, yang mampu menutup ruang dengan cepat. Haaland juga menunjukkan kemauan untuk turut menekan, meski perannya lebih dominan sebagai penutup serangan. Namun, gegenpressing menuntut kebugaran fisik yang luar biasa dan koordinasi tim yang nyaris sempurna, sesuatu yang belum sepenuhnya teruji di City, terutama dengan jadwal padat Premier League dan Liga Champions. Selain itu, transisi dari gaya penguasaan bola ke pressing agresif membutuhkan waktu adaptasi, terutama bagi pemain seperti Jack Grealish yang lebih terbiasa dengan permainan sabun. Jika City mampu menjaga intensitas tanpa mengorbankan soliditas pertahanan, mereka bisa menjadi tim yang sulit dikalahkan. Namun, risiko kelelahan dan celah di lini belakang, seperti yang pernah dialami Liverpool di masa Klopp, tetap mengintai.
Kesimpulan: City Bermain Gegenpressing Seperti Era Jurgen Klopp
Transformasi Manchester City ke arah gegenpressing ala Jurgen Klopp menandai babak baru dalam era dominasi mereka di Premier League. Dengan bantuan Pep Lijnders, City mencoba menggabungkan intensitas pressing dengan kekuatan serangan mereka yang sudah mengerikan, seperti terlihat dalam kemenangan 4-0 atas Wolves. Meski taktik ini menjanjikan peluang besar untuk menciptakan gol cepat, tantangan bagi City adalah menjaga konsistensi dan kebugaran skuad di tengah jadwal padat. Jika berhasil, City bisa menjadi versi hybrid dari tiki-taka dan heavy metal football, menjadikan mereka kandidat kuat untuk mempertahankan gelar. Namun, perjalanan mereka masih panjang, dan laga-laga berikutnya akan menjadi ujian sejati apakah gegenpressing benar-benar cocok untuk The Citizens atau hanya sekadar eksperimen musiman.